PENDAHULUAN
A.
Latar Balakang
Bisnis
syariah dewasa ini mengalami perkembangan yang signifikan dan menjadi tren baru
dunia bisnis di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim maupun non muslim
Perkembangan ini terutama terjadi di sektor keuangan. Perbankan Syariah dan
produk-produknya telah beredar luas di masyarakat, Asuransi Syariah juga sudah
mulai bermunculan. Perkembangan bisnis syariah ini menuntut standar akuntansi
yang sesuai dengan karakteristik bisnis syariah sehingga transparansi dan akuntanbilitas
bisnis syariah pun dapat terjamin.
Oleh
karena itu, lembaga keungan islam harus teliti dalam accounting yang bebas
bunga (riba) seperti akutansi mudharobah, musyarakah, ijarah, istishna’, salam
dll. Dalam makalah ini kami akan
menjelaskan tentang akuntansi salam. Akad salam
dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan
produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli dapat
jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya diawal. Akad salam biasanya digunakan untuk pemesanan barang pertanian.
Kendati demikian, skema transaksi
ini tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring dengan meningkatnya
perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara khusus, jika pemerintah
terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani, penggunaan skema salam relatif lebih cepat dan lebih menguntungkan
dibanding skema lainnya. Setelah mengikuti
presentasi atau diskusi ini diharapkan peserta (audiences) akan lebih memahami
mengenai transaksi salam dan perlakuan akuntansinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Salam
Salam berasal
dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan
uangnya dimuka. PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang
pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam
illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad
disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Salam dapat
didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli, dimana pembeli membayar
terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas
sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari.
Dalam akad salam,
harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka
waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang
telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiyar yaitu memilih
apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
Apabila pembeli
menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendah maka pembeli akan mengakui adanya
kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena harga sudah
disepakati dalam akad tidak dapat diubah. Demikian juga jika kualitasnya lebih
tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh
mengakui adanya keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat
dipersamakan ada unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad/faktor pengimbang
yang dibolehkan syari’ah).
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan
dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan
aktivitas produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya.
Skema Salam
Keterangan :
(1)
Pembeli dan penjual menyepakati akad salam
(2)
Pembeli membayar kepada penjual
(3)
Penjual menyerahkan barang
Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: Pembeli-Penjual-Pemasok yang disebut
sebagai salam paralel. Resiko yang muncul dari khasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa mengirim barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli, resiko lain barang yang dikirim oleh pemasok tidak sesuai dengan yang
dipesan oleh pembeli sehingga perusahaan
memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli
lain yang berminat. Sedangkan ia
tetap memiliki kewajiban pada
pembeli dan pemasok.
B. Sumber Hukum Akad Syari’ah
1. Al-
Qur’an
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar.” (Qs:2:282)
“Hai orang-orang beriman penuhilah akad-akad itu...” (Qs:5:1)
Dalam
kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan
transaksi bai’as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya
bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan
oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya. ”Ia lalu membaca ayat tersebut di
atas.
2. Al-Hadis
“Barang
siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
(HR. Bukhari Muslim)
”Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkahan jual beli secara tangguh mudharabah,
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”
(HR.Ibnu Majah)
C. Rukun dan Ketentuan Akad Salam
Rukun salam ada tiga,yaitu:
1. Pelaku, terdiri penjual
(muslam alaih) dan pembeli (muslam).
2. Objek akad berupa
barang yang akan diserahkan (muslam
alaih) dan modal salam (ra’su maalis
salam).
3.
Ijab
kabul/serah terima.
Ketentuan syariah, terdiri dari:
1. Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad.
a. Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam yaitu:
1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2) Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah bolehnya pembayaran dalam bentuk aset
perdagangan. Beberapa ulama
mnganggapnya boleh.
3) Modal salam diserahkan ketika akd berlangsung, tidak boleh utang atau merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
b. Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
1) Barang tersebut harus dapat dibedakan/didefenisikan mempunyai spesifikasi dan kharakteristik yang
jelas kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya
sehingga tidak ada gharar.
2) Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
3) Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen disesuaikan dengan
kemungkinan yang tersedianya barang yang dipesan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada
waktu yang ditentukan.
4) Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang
ditentukan.
5) Apabila barang yang dipesan tidak ada
pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak dan
pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang dipesan
tersedia atau
membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang telah diterima.
6) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar
atau memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka si penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian dana
atau menyerahkan produk yang sesuai dengan akad.
7) Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap
sebagai pelayanan kepuasan pelanggan.
8) Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh
memilih menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga.
9) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan tidak boleh menuntut penambahan harga.
10) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan
secara syariah.
11) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun sebaiknya
dijeaskan dalam akad, apabia tidak
disebutkan maka harus dikirim ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
3.
Ijab kabul
Adalah
pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Dalam
fatwanya, bahwa sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak dipandang
merugikan kedua belah pihak, kesepakatan salam dapat dibatalkan. Pembatalan ini
sangat mungkin terjadi pada saat pihak penjual gagal menghasilkan barang salam
sesuai kriteria yang diinginkan pembeli.
D. Salam Pararel
Salam pararel berarti melaksanakan
dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan
pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak
memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesana tersebut.
Salam pararel
dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad pertama yaitu
akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli dan
penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan. Selain
itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan
penjual.
Beberapa ulama
kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam pararel, terutama jika
pedagang dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus menerus, karena dapat
menjerumus kepada riba.
Ketentuan
tentang Salam Paralel
:
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan
syarat:
1.
Akad kedua terpisah dari akad pertama,
2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
E. Berakhirnya Akad Salam
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah:
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam
akad.
3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih menolak
untuk membatalkan akad
F. Aplikasi dalam Perbankan
Bai As-salam biasanya dipergunakan
pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6
bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti jagung, padi, dan
cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai
simpanan atau investory, dilakukan
akad bai’as-salam kepada pembeli
kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah yang
dalam perbankan Islam dikenal sebagi salam
pararel.
Bai’ as-salam juga dapat
diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen (pakai
jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah
mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank merefensikan penggunaan
produk tersebut. Hal itu berarti bahwa bank memesan dari pembuat garmen
tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari
pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan
oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk
tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada
bank, baik secara mengangsur maupun tunai.
G. Manfaat
Manfaat Bai’ as-salam adalah selisih
harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli.
H. Akuntansi Untuk Pembeli
Hal-hal yang harus dicatat oleh
pembeli dalam transaksi secara akuntansi :
1.
Pengakuan
piutang salam, piutang salam
diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2.
Pengukuran
modal usaha salam
Modal salam dalam bentuk kas di
ukur sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal :
Piutang Salam Rp xxx
Kas Rp xxx
Jika modal salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang
diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal
usaha tersebut.
a.
Pencatatan
apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal :
Piutang Salam Rp xxx
Kerugian pada saat penyerahan Rp xxx
Aset non kas Rp xxx
b.
Pencatatan
apabila nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Jurnal :
Piutang Salam Rp xxx
Aset non kas Rp xxx
Keuntungan pada saat
penyerahan Rp xxx
3.
Penerimaan
barang pesanan
a.
Jika barang
pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
Jurnal :
Aset salam Rp xxx
Piutang salam Rp xxx
b.
Jika barang
pesanan berbeda kualitasnya
1.
Nilai wajar
dari barang pesanan yang diterima nilainya lebih tinggi dari nilai barang pesanan
yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai akad.
Jurnal :
Persediaan
Salam Rp xxx
Piutang salam Rp xxx
2.
Nilai wajar
dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nlai barang pesanan yang tercantum
dalam akad, maka barang
pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan
selisihnya diakui sebagai kerugian.
Jurnal :
Persediaan Salam Rp
xxx
kerugian Salam Rp
xxx
Piutang Salam Rp xxx
4.
Jika pembeli
tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, maka:
a.
Jika tanggal
pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima:
Jurnal :
Persediaan Salam (sebesar
jumlah yang diterima) Rp xxx
Piutang Salam Rp xxx
b.
Jika akad salam
dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual
sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
Jurnal :
Aset
lain-lain-Piutang Rp xxx
Piutang Salam Rp xxx
c.
Jika akad salam
dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam ,maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan
jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal :
.Kas Rp xxx
Aset lainnya-Piutang pada penjual Rp xxx
Piutang Salam Rp xxx
d.
Jika hasil
penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka
selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal :
Kas Rp xxx
Utang Penjual Rp xxx
Piutang Salam Rp xxx
5.
Denda yang
diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Jurnal :
Kas Rp xxx
Dana Kebajikan Rp xxx
Denda hanya
boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya lalai. Hal ini tidak berlaku bagi penjual
yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur.
a.
Pembeli
menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b.
Piutang yang
harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat mememenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari
piutang salam.
c.
Persediaan yang
diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan
atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian.
7.
Pengungkapan
a.
Besarnya modal
usaha salam,baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama
dengan pihak lain.
b.
Jenis dan
kuantitas barang pesanan.
c.
Pengungkapan
lain sesuai dengan PSAK No.101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.
I. Akuntansi Untuk
Penjual
1.
Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam
diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2.
Pengukuran
kewajiban salam.
Jika modal
usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
Kas Rp xxx
Utang
Salam Rp xxx
Jika modal
usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal :
Aset non Kas
(nilai wajar) Rp xxx
Utang Salam Rp xxx
3.
Kewajiban salam
dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada
pembeli.
Jurnal :
Utang Salam Rp xxx
Penjualan Rp xxx
4.
Jika Penjual
melakukan transaksi salam paralel,selisih antara jumlah yang dibayar oleh
pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika
membeli persediaan:
Aset Salam Rp xxx
Kas Rp xxx
Pencatatan
ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih kecil dari biaya
perolehan barang pesanan.
Jurnal:
Utang Salam Rp xxx
Kerugian Salam Rp xxx
Aset
Salam Rp xxx
Pencatatan
ketika menyerahkan persediaan,jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih
besar dari biaya perolehan barang pesanan.
Jurnal :
Utang Salam Rp xxx
Aset
Salam Rp xxx
Keuntungan
Salam Rp xxx
5.
Pada akhir
periode pelaporan keuangan,persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam
diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi.Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan,maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
J. Contoh Kasus
Seorang petani yang memiliki 2
hektar sawah mengajukan pembiayaan sebesar Rp 5.000.000,00. Pembiayaan tersebut
sudah mencakup ongkos bibit dan upah pekerja. Ia berencana menanami sawahnya
dengan bibit jenis IR36 yang bila telah digiling menjadi beras dijual dipasar
dengan harga Rp 2.000/kg. Penghasilan yang didapat dari sawahnya biasanya
berjumlah 4 ton beras per hektar. Ia akan mengantar beras ini setelah 3 bulan.
Bagaimana cara perhitungannya?
Jawab :
Jumlah pembiayaan yang diajukan oleh petani sebesar Rp
5.000.000,00. Sedangkan harga beras jenis IR36 di pasar Rp 2.000/kg. Karenanya
bank bisa membeli dari petani sebanyak (Rp 5.000.000 : Rp 2.000/kg) = 2.500
ton. Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya. Setelah melalui
negosiasi, bank menjualnya sebesar Rp 2.400/kg, sehingga total pendapatan dari
penjualan tersebut adalah = 2.500 x Rp2.400 = Rp 6.000.000,00. Jadi,
keuntungannya adalah Rp 6.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.
Jurnal yang dibuat oleh bank syari’ah
:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa salam adalah transaksi dimana pembeli membayar
terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas
sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari. Penggunaan skema salam relatif lebih cepat dan lebih menguntungkan
dibanding skema lainnya karena dapat mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani dan mengembangkan sektor pertanian
dan industri.
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan
dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan
aktivitas produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya. Selain
itu, manfaat salam ialah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga
jual kepada pembeli.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001).
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta:
PT.Grasindo.2005).
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami
Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: PT.Grasindo.2005).