Minggu, 20 April 2014

Akuntansi Transaksi Salam


By on 07.19


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Balakang
Bisnis syariah dewasa ini mengalami perkembangan yang signifikan dan menjadi tren baru dunia bisnis di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim maupun non muslim Perkembangan ini terutama terjadi di sektor keuangan. Perbankan Syariah dan produk-produknya telah beredar luas di masyarakat, Asuransi Syariah juga sudah mulai bermunculan. Perkembangan bisnis syariah ini menuntut standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik bisnis syariah sehingga transparansi dan akuntanbilitas bisnis syariah pun dapat terjamin.
Oleh karena itu, lembaga keungan islam harus teliti dalam accounting yang bebas bunga (riba) seperti akutansi mudharobah, musyarakah, ijarah, istishna’, salam dll. Dalam makalah ini  kami akan menjelaskan tentang akuntansi salam. Akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli dapat jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya diawal. Akad salam biasanya digunakan untuk pemesanan barang pertanian.
Kendati demikian, skema transaksi ini tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani, penggunaan skema salam relatif lebih cepat dan lebih menguntungkan dibanding skema lainnya. Setelah mengikuti presentasi atau diskusi ini diharapkan peserta (audiences) akan lebih memahami mengenai transaksi salam dan perlakuan akuntansinya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Akad Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli, dimana pembeli membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari.
Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiyar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendah maka pembeli akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena harga sudah disepakati dalam akad tidak dapat diubah. Demikian juga jika kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh mengakui adanya keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat dipersamakan ada unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad/faktor pengimbang yang dibolehkan syari’ah).
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya.[1]
Skema Salam
 








Keterangan :
(1)   Pembeli dan penjual menyepakati akad salam
(2)   Pembeli membayar kepada penjual
(3)   Penjual menyerahkan barang

Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: Pembeli-Penjual-Pemasok yang disebut sebagai salam paralel. Resiko yang muncul dari khasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa mengirim barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli, resiko lain barang yang dikirim oleh pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli sehingga perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang berminat. Sedangkan ia tetap memiliki kewajiban pada pembeli dan pemasok.




B.  Sumber Hukum Akad Syari’ah
1.      Al- Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar.” (Qs:2:282)

Hai orang-orang beriman penuhilah akad-akad itu...” (Qs:5:1)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya. ”Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.[2]

2.      Al-Hadis
“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim)

”Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan jual beli secara tangguh mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah)

C.  Rukun dan Ketentuan Akad Salam
Rukun salam ada tiga,yaitu:
1.      Pelaku, terdiri penjual (muslam alaih) dan pembeli (muslam).
2.      Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam alaih) dan modal salam (ra’su maalis salam).
3.         Ijab kabul/serah terima.

Ketentuan syariah, terdiri dari:
1.      Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.
2.      Objek akad.
a.    Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam yaitu:
1)      Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2)      Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama mnganggapnya boleh.
3)      Modal salam diserahkan ketika akd berlangsung, tidak boleh utang atau merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.

b.    Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
1)      Barang tersebut harus dapat dibedakan/didefenisikan  mempunyai spesifikasi dan kharakteristik yang jelas kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya sehingga tidak ada gharar.
2)      Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
3)      Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen disesuaikan dengan kemungkinan yang tersedianya barang yang dipesan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada waktu yang ditentukan.
4)      Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.
5)      Apabila barang yang dipesan tidak ada  pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang telah diterima.
6)      Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka si penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan produk yang sesuai dengan akad.
7)      Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan.
8)      Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga.
9)      Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan tidak boleh menuntut penambahan harga.
10)  Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah.
11)  Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun sebaiknya dijeaskan dalam akad, apabia tidak disebutkan maka harus dikirim ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
3.      Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Dalam fatwanya, bahwa sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak dipandang merugikan kedua belah pihak, kesepakatan salam dapat dibatalkan. Pembatalan ini sangat mungkin terjadi pada saat pihak penjual gagal menghasilkan barang salam sesuai kriteria yang diinginkan pembeli. [3]

D.  Salam Pararel
Salam pararel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesana tersebut.
Salam pararel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan. Selain itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan penjual.
Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam pararel, terutama jika pedagang dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus menerus, karena dapat menjerumus kepada riba.
Ketentuan tentang Salam Paralel[4] :
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat:
1.      Akad kedua terpisah dari akad pertama,
2.      Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.






Skema Salam Pararel[5]
 














E.  Berakhirnya Akad Salam
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah:
1.      Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2.      Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.
3.      Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih menolak untuk membatalkan akad




F.   Aplikasi dalam Perbankan
Bai As-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti jagung, padi, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau investory, dilakukan akad bai’as-salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagi salam pararel.
Bai’ as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen (pakai jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank merefensikan penggunaan produk tersebut. Hal itu berarti bahwa bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai. [6]

G. Manfaat
Manfaat Bai’ as-salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli.

H.  Akuntansi Untuk Pembeli
Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara akuntansi :
1.    Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2.    Pengukuran modal usaha salam
Modal salam dalam bentuk kas di ukur sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal :
Piutang Salam                                                                         Rp xxx
            Kas                                                                                                      Rp xxx
Jika modal salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
a.       Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal :
Piutang Salam                                                             Rp xxx
Kerugian pada saat penyerahan                                  Rp xxx
Aset non kas                                                                           Rp xxx
b.      Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Jurnal :
Piutang Salam                                                             Rp xxx
Aset non kas                                                                           Rp xxx
Keuntungan pada saat penyerahan                                         Rp xxx
3.    Penerimaan barang pesanan
a.       Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
Jurnal :
Aset salam                                                                   Rp xxx
Piutang salam                                                                          Rp xxx
b.      Jika barang pesanan berbeda kualitasnya
1.      Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai akad.
Jurnal :
Persediaan Salam                                                        Rp xxx
Piutang salam                                                                          Rp xxx

2.      Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nlai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian.
Jurnal :
Persediaan Salam                                                        Rp xxx
kerugian Salam                                                            Rp xxx
Piutang Salam                                                             Rp xxx
4.     Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
a.       Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima:
Jurnal :
Persediaan Salam (sebesar jumlah yang diterima)                    Rp xxx
Piutang Salam                                                             Rp xxx
b.      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
Jurnal :
Aset lain-lain-Piutang                                                   Rp xxx
Piutang Salam                                                             Rp xxx
c.       Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam ,maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal :
.Kas                                                                              Rp xxx
Aset lainnya-Piutang pada penjual                             Rp xxx
Piutang Salam                                                             Rp xxx

d.      Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal :
Kas                                                                               Rp xxx
Utang Penjual                                                             Rp xxx
Piutang Salam                                                             Rp xxx
5.    Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Jurnal :
Kas                                                                                     Rp xxx
            Dana Kebajikan                                                                                  Rp xxx
Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya lalai. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena Force majeur.
6.    Penyajian[7]
a.       Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b.      Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat mememenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c.       Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

7.    Pengungkapan
a.       Besarnya modal usaha salam,baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain.
b.      Jenis dan kuantitas barang pesanan.
c.       Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No.101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.

I.     Akuntansi Untuk Penjual
1.      Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2.      Pengukuran kewajiban salam.
Jika modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
Kas                                                                                                 Rp xxx
            Utang Salam                                                                                       Rp xxx
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal :
Aset non Kas (nilai wajar)                                                  Rp xxx
Utang Salam                                                                                       Rp xxx
3.      Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli[8].
Jurnal :
Utang Salam                                                                       Rp xxx
            Penjualan                                                                                             Rp xxx
4.       Jika Penjual melakukan transaksi salam paralel,selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
Aset Salam                                                                         Rp xxx
            Kas                                                                                                      Rp xxx
            Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih kecil dari biaya perolehan barang pesanan.
Jurnal:
Utang Salam                                                                       Rp xxx
Kerugian Salam                                                                  Rp xxx
            Aset Salam                                                                                          Rp xxx
            Pencatatan ketika menyerahkan persediaan,jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan.
Jurnal :
Utang Salam                                                                       Rp xxx
            Aset Salam                                                                                          Rp xxx
            Keuntungan Salam                                                                              Rp xxx
5.      Pada akhir periode pelaporan keuangan,persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan,maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

J.    Contoh Kasus
Seorang petani yang memiliki 2 hektar sawah mengajukan pembiayaan sebesar Rp 5.000.000,00. Pembiayaan tersebut sudah mencakup ongkos bibit dan upah pekerja. Ia berencana menanami sawahnya dengan bibit jenis IR36 yang bila telah digiling menjadi beras dijual dipasar dengan harga Rp 2.000/kg. Penghasilan yang didapat dari sawahnya biasanya berjumlah 4 ton beras per hektar. Ia akan mengantar beras ini setelah 3 bulan. Bagaimana cara perhitungannya?[9]

Jawab :
Jumlah pembiayaan yang diajukan oleh petani sebesar Rp 5.000.000,00. Sedangkan harga beras jenis IR36 di pasar Rp 2.000/kg. Karenanya bank bisa membeli dari petani sebanyak (Rp 5.000.000 : Rp 2.000/kg) = 2.500 ton. Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya. Setelah melalui negosiasi, bank menjualnya sebesar Rp 2.400/kg, sehingga total pendapatan dari penjualan tersebut adalah = 2.500 x Rp2.400 = Rp 6.000.000,00. Jadi, keuntungannya adalah Rp 6.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.

Jurnal yang dibuat oleh bank syari’ah[10] :


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa salam adalah transaksi dimana pembeli membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari. Penggunaan skema salam relatif lebih cepat dan lebih menguntungkan dibanding skema lainnya karena dapat mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani dan mengembangkan sektor pertanian dan industri.
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sabagian kebutuhan hidupnya. Selain itu, manfaat salam ialah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli.














DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001).
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: PT.Grasindo.2005).
Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008).

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syari’ah: Teori dan Praktek Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2009).
http://asiahwati2.blogspot.com/2013/05/akuntansi-transaksi-salam.html, Asiah Wati, Akuntansi Transaksi Salam, (10, Mei, 2013).
http://rizkanadhirahkahar.blogspot.com/2013/05/makalah-akuntansi-salam-bab-i.html, Rizka nadhirah kahar, Makalah Akuntansi Salam, (30, Mei, 2013).
http://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam.html, Az Zahr, Akuntansi Syari’ah, (26, maret, 2012).
http://suwiba.blogspot.com/2012/02/akuntansi-salam.html, Suwiba, Akuntansi Salam, (28, februari, 2012).






[1]http://rizkanadhirahkahar.blogspot.com/2013/05/makalah-akuntansi-salam-bab-i.html, Rizka nadhirah kahar, Makalah Akuntansi Salam, (30, Mei, 2013).

[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 108
[3] Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal. 184.
[4] http://suwiba.blogspot.com/2012/02/akuntansi-salam.html, Suwiba, Akuntansi Salam, (28, februari, 2012).
[5] Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syari’ah: Teori dan Praktek Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hal
[6] Ibid, Muhammad Syafi’i Antonio, hal. 111
[7]http://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam.html, Az Zahr, Akuntansi Syari’ah, (26, maret, 2012).

[8] http://asiahwati2.blogspot.com/2013/05/akuntansi-transaksi-salam.html, Asiah Wati, Akuntansi Transaksi Salam, (10, Mei, 2013).

[9] Ibid, Muhammad Syafi’i Antonio, hal.112.
[10] Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: PT.Grasindo.2005).

About Syed Faizan Ali

Faizan is a 17 year old young guy who is blessed with the art of Blogging,He love to Blog day in and day out,He is a Website Designer and a Certified Graphics Designer.

0 komentar:

Posting Komentar